konsistensi sikap dalam diri individu

Ada banyak teori yang membahas konsistensi sikap dalam diri individu. Teori-teori ini mengasumsikan harus ada konsistensi di antara berbagai sikap, berbagai perilaku, sekaligus konsistensi antara berbagai sikap dengan berbagai perilaku dalam diri seseorang. Konsistensi dapat menciptakan keseimbangan, equilibrium, homeostatis, atau kondisi seimbang antara berbagai sikap, berbagai perilaku, atau antara berbagai sikap dengan berbagai perilaku (Werder dalam Littlejohn & Foss, 2009: 57).

Teori awal yang membahas konsistensi diri adalah teori keseimbangan (balance theory) yang dikembangkan oleh Fritz Heider. Dia mengembangkan teori yang berfokus pada hubungan antara tiga hal, yaitu pemakna (perceiver), orang lain (another person), dan sebuah objek. Hubungan ketiganya bisa positif atau sebaliknya negatif, berdasarkan pada persepsi yang diciptakan perceiver, dan juga bisa balance maupun unbalance (Werder dalam Littlejohn & Foss, 2009: 57).

Sama seperti teori-teori konsistensi lain, teori ini menjelaskan ketika ada situasi unbalance dalam diri individu, dia akan merasakan ketidakstabilan (unstability). Perceiver kemudian akan berusaha mengembalikan keseimbangan dengan mengubah siap mereka terhadap objek atau terhadap orang lain (Werder dalam Littlejohn & Foss, 2009: 57).

Ada juga teori konsistensi kognitif yang berkembang dari teori keseimbangan. Teori ini dikembangkan oleh Robert Abelson et al.. Teori ini menyatakan orang akan berusaha menjaga konsistensi di antara kepercayaan-kepercayaan mereka, tetapi ketika mereka tidak dapat menjaga konsistensi tersebut, mereka pasti akan membuat perubahan dengan menerima atau menolak kepercayaan terkait (Werder dalam Littlejohn & Foss, 2009: 57).

Teori konsistensi kognitif juga menjelaskan jika seseorang memilih, kemudian pilihan ini membantu mendapatkan pilihan lainnya yang juga disukai, ada konsistensi sikap. Tetapi, ketika seseorang memilih, kemudian pilihannya menghambat orang tersebut mendapatkan pilihan lain yang disukai, ada inkonsistensi sikap terkait suatu pilihan tersebut. Inkonsistensi yang melebihi batas toleransi, akan membuat orang mengubah sikap untuk mendapatkan pilihan yang diinginkan (Werder dalam Littlejohn & Foss, 2009: 57).

Sikap yang dimaksud dalam teori ini adalah sikap dalam menilai apakah suatu pilihan (baik pilihan awal atau pilihan akhir) benar-benar layak disukai atau tidak. Jika satu pilihan akan menutup akses terhadap pilihan yang diinginkan, ada inkonsistensi. Inkonsistensi ini akan membuat orang mengubah sikap terhadap salah satu pilihannya, entah itu pilihan di awal atau pilihan akhir yang ingin dicapai.

Werder (dalam Littlejohn & Foss, 2009: 58) menjelaskan teori ini memiliki pengembangan pada bagaimana orang bertindak terhadap inkonsistensi tidak hanya dengan mengubah sikap, tetapi dapat juga mengambil empat sikap lain yang bertujuan mempertahankan sikap, termasuk denial (penolakan), bolstering (penguatan sikap), diferensiasi (pembedaan terhadap satu pilihan dengan pilihan lain), dan transcendence (penguatan satu pilihan di atas pilihan lain).

0 Response to "konsistensi sikap dalam diri individu"

Post a Comment