Disonansi Kognitif setelah Mengambil Keputusan (Postdecision Dissonance)

Berdasarkan Festinger (1969), keputusan yang berat dapat menciptakan tensi internal dalam jumlah besar setelah keputusan tersebut diambil. Dia menyodorkan gagasan tentang suatu fenomena yang disebutnya sebagai postdecision dissonance, yang didefinisikan oleh Griffin (2012: 220) sebagai keraguan kuat yang dialami setelah membuat keputusan yang penting sekaligus  Tiga faktor yang meningkatkan postdecision dissonance mencakup:

1.      Tingginya im portansi isu.
2.      Lamanya penundaan keputusan yang dialami individu dalam memilih dua pilihan yang sama-sama menarik (two equally attractive options).
3.      Tingginya kesulitan yang dibutuhkan untuk membalik keputusan yang sudah dibuat.


Ketika salah satu faktor tersebut ada, seorang individu akan mengalami penderitaan batin dalam memastikan bahwa dia sudah membuat pilihan yang tepat (Festinger, 1969 dalam Griffin, 2012: 220). Griffin berpendapat disonansi pascakeputusan muncul karena ada perasaan was-was maupun adanya proses berpikir ulang (second tought) setelah pilihan yang ketat diambil. Proses disonansi tersebut mendorong manusia untuk mencari informasi yang memberikan peyakinan kembali (reassurance) dan juga mencari dukungan sosial untuk keputusan tersebut (Griffin, 2012: 220).

0 Response to "Disonansi Kognitif setelah Mengambil Keputusan (Postdecision Dissonance)"

Post a Comment